Welcome To My Blog

Senin, 25 November 2013



Manusia dan Sastra

IBD, yang semula dinamakan Basic Humanities berasala dari bahasa inggris the humanities, istilah ini berasala dri bahasa latin Humanus, yang berarti manusiawi, berbudaya dan halus. Dengan memepelajari the humanities orag akan menjadi lebih manusiawi lebih berbudaya dan lebih halus, jadi humatities berkaitan dengan masalah nilai, yaitu nilaia kita sebagai homo humanus. Untuk menjadi homo humanus manusia harus mempelajari ilmu yaitu the humanities, disamping tanggung jawabnya yang lain, apa yang dimaksud dengan huminites masih dapat di perdebatkan dan kadang-kadang disesuaikan dengan keadan dan waktu. Pada umumnya the humanities mencakup filsafat, teoogi, seni dan cabang-cabang termasuk sastra, sejarah, cerita rakyat dan sebagainya. Pada pokoknya semua mempelajari masalah menusia dan budaya karena itu adalah yang menterjemahkan the humanities menjadi ilmu-ilmu kemanusiaan adan juga yang menterjemahkan menjadi pengetahuan budaya.
Hampir setiap jaman, seni termasuk sastra memegang peranan yang penting dalam the humanities, ini terjadi karena seni merupakan ekspresi nilai-nilai kemanusiaan dan bukannya formulasi nilai-nilai kemanusiaan seperti terdapat dalam filsafat atau agama dibanging dengan cabang the humanities yang lain seperti misalnya ilmu bahasa, seni memegang peranan yang penting karena nilai-nilai kemanusiaan yang disampaikan normative.
Karena seni adalah ekspresi yagn sifatnya tidak normative, seni lebih mudah berkomunikasi. Karena tidak normative, nilai-nilai yang disampaikan lebih fleksibel, baik isinya maupun cara penyampaiannya.
Hampir disetiap jaman, sastra mempunyai peranan yang lebih penting, alas an pertama karena sastra mempergunakan bahasa. Sementara itu, bahasa mempunyai kemampuan untuk menampung hamper semua pernyataan kegiatan manusia, dalam usahannya untuk memahami dirinya sendiri yang kemudian melahirkan fisafat manusia mempergunakan bahasa, dalam usahanya untuk memahami alam semesta yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan manusia mempergunakan bahasa, salam usahanya mengatur hubungan antara sesamanya yang kemudian melahirkan ilmu-ilmu social, manusia mempergunakan bahasa, dengan demikian manusia dan bahasa pada hakekatnya adalah satu. Kenyataan inilah mempermudah sastra untuk berkomunikasi.
Sastra juga lebih mudah berkomunikasi, karena pada hakekatnya karyasastra adalah penjabaran abstraksi. Sementara itu filsafat yang juga mempergunakan bahasa adalah abstraksi cinta kasih, kebahagiaan, kebebasan dan lainnya yang digarap oleh filsafat adalah abstrak. Sifat abstrak inilah yang menyebabkan filsafat kurang berkomunikasi.
Cabang-cabang seni yagn lain pada hakekatnya juga abstrak. Gerak gerik dalam seni tari misalnya masih perlu dijabarkan, meskipun bunyi-bunyi dalam seni music lebih cepat dinikmati, bunyi-bunyi itu sendiri masih memerlukan penafsiran. Sebaliknya sastra adalah penafsiran itu sendiri, meskipun dalam penafsirannya sastra masih dapat ditafsirkan lagi.
Sastra juga didukung oleh cerita, dengan cerita orang lebih mudah tertarik dan dengan cerita orang lebih mudah mengemukakan gagasan-gagasannya dalam bentuk yang tidak normative. Cabang-cabang yang lain juga dapat menarik tanpa cerita akan tetapi sulit bagi penciptanya mengemukakan ggasannya dalam music misalnya kata-kata penciptanya tertelan oleh melodi. Karena seni memegang peranan penting, maka seniman sebagai pencipta karya seni juga penting, meskipun yang lebih penting adalah karyanya. Seniman adalah media penyimpanan nilai-nilai kemanusiaan, kepekaan menyebapkan dia mampu menangkap hal yang lepas dari pengamatan orang lain.
PROSA
            Istilah prosa banyak padananya, kadang-kadang disebut narrative fiction, proses fiction atau hanya fiction saja, dalam bahasa Indonesia sitilah tadi sering diterjemahkan menjadi cerita rekaan dan didefinisikan sebagai bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, istilah rekaan umunya dipakai untuk novel, roman atau cerita pendek.
Dalam kesusastraan Indonesia kita mengenal jenis prosa lama dan prosa baru :
Prosa lama meliputi :
Dongeng – dongeng
Hikayat
Sejarah
Epos
Cerita pelipur lara
Prosa baru meliputi :
Cerita pendek
Roman/novel
Biografi
Kisah
Otobiografi
NILAI-NILAI DALAM PROSA FIKSI
Sebagai seni yang bertulang punggung cerita, mau tidak mau karya sastra langsung atau tidak langsung membawakan moral, pesan, atau cerita. Dengan perkataan lain prosa mempunyai nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra.
Prosa fiksi memberikan warisan kultural
Prosa fiksi dapat menstimuli imaginasi dan merupakan sarana bagi pemindahan yang tak henti-hentinya dari warisan budaya bangsa.
Novel seperti siti nurbaya, salah asuhan mengungkapkan impian-impian dan harapan-harapan.
Prosa fiksi memberikan kesenangan
Kesitimewaan kesenangan yang diperoleh dari membaca fiksi adalah pembaca mendapatkan pengalaman sebagaimana mengalaminya sendiri peristiwa itu, atau kejasian yang dikisahkan. Pembaca dapat mengembankan imajinasinya untuk mengenal kejadian yang dikisahkan, yang belum dikunjunginya atau yagn tak mungkin dikunjungi selama hidupnya
Prosa fiksi memberikan informasi
Fiksi memberikan sejenis informasi yagn tidak terdapat di dalam ensiklopedi. Dalam novel sering kita dapat belajar sesuatu yang lebih daripada sejarah atau laporan jurnalsitik tentang kehidupan masa kini, kehidupan masa lalu, bahkan juga kehidupan yang akan dating atau kehidupan yang sama sekali.
Prosa memberikan wawasan
Lewat prosa fiksi seseorang dapat menilai kehidupan berdasarkan pengalaman-pengalaman dengan banyak individu. Fiksi juga memungkinkan lebih banyak kesempatan untuk memilih respon-respon emosional atau rangsangan aksi yang mungkin sangat berbeda daripada apa yang disajikan dalam kehidupan sendiri.
Adanya semacam kaidah kemungkinan yang tidak mungkin dalam fiksi inilah yang memungkikan pembaca untuk dapat memperluas dan memperdalam presepsi dan wawasan tentang tokoh, hidup dan kehidupan manusia.


Musik dan Manusia


Musik Dan Peradaban Manusia
Musik telah menjadi bagian dari kehidupan manusia baik dalam aktifitas  sakral maupun profan, ia memiliki daya magis yang mampu menghipnotis, oleh karenanya musik memiliki peran yang sangat penting sepanjang sejarah manusia. Sebagai produk kebudayaan, musik tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena musik adalah presentasi gagasan manusia sebagai individu maupun masyarakat. Ia adalah ungkapan rasa, ekspresi dan indikator eksistensi manusia. Musik diciptakan bukan hanya untuk dinikmati keindahannya saja, melainkan juga dijadikan sarana mengungkapkan rasa kekaguman manusia pada Sang Pencipta Alam, Yang Maha Tinggi. Ia menjadi ibadah, ritual keagamaan dalam konteks kepercayaan masa lalu. Dalam peribadatan kuno, musik sangat urgen, ia jembatan yang mampu mengerakkan manusia yang lainnya menjadi satu-rasa, oleh karenanya dikatakan mampu membangun daya magis. Hal itu dapat kita rasakan bahkan hingga masa sekarang, puji-pujian, doa-doa diucapkan dengan merdu bukan semata-mata untuk keindahan saja, melainkan membangun kekhusyukan ibadah. Telah banyak kita lihat di berbagai umat beragama dalam peribadatannya, di dalamnya kita temukan banyak unsur musik, murrậtal, azan, qira’at, pembacaan mantera, hymne dan Sebagainya.
Musik semakin terus berkembang layaknya kehidupan manusia, tidak hanya di tataran ritual sakral, musik menjadi dirinya sendiri dalam tataran disiplin ilmu dan kesenian dan menjadi pembahasan khusus sejak era Pythagoras. Sebagai karya, manifestasi  perasaan manusia terhadap apa yang dihadapi dalam kehidupannya. Pada wilayah kesenian serius  (terdapat dua kategori idealisme dalam kesenian) bahwa karya seni, termasuk musik, adalah kritik bagi kehidupan, ia juga potret dari kehidupan, ada yang bersifat temporal, terikat oleh waktu dan tempat tertentu saja seperti halnya musik pop, ada juga yang abadi sebagaimana tercermin dalam kesenian tradisional bangsa-bangsa di dunia, di dalamnya tersimpan nilai-nilai estetika dan etika yang selanjutnya kita kenal dengan istilah local wisdom atau “kearifan lokal” yang universal dan menjadi dasar atas gagasan serta perilaku suatu bangsa. Ia mampu merasuki jiwa dan membangkitkan perasaan hingga mempersatukan bangsa-bangsa, ia memiliki sifat universal, bahasa musik adalah bahasa yang bisa dimengerti oleh semua suku bangsa, ia juga mampu menjembatani manusia secara lahir dan batin, dari segi ekonomi dan mata pencaharian ia juga produk peradaban yang bisa diperjualbelikan dalam rangka mensejahterakan manusia melalui jalan industri seperti pada masa sekarang. Tetapi ia  juga mampu menjadi perusak, yaitu ketika musik semata-mata hanya menjadi barang komoditi yang kurang berisi, ketika orang tidak lagi memasukkan nilai kitik, seruan dan semangat perbaikan, hanya untuk mendulang uang, maka ia akan menjadi senjata yang membunuh manusia karena semakin terjauhkan dari nuraninya, dari nilai-nilai, beralih pada pencapaian materi semata.
Musik adalah obyek, ia bisa dijadikan apa saja tergantung bagaimana manusia memperlakukannya. Sebagaimana karya-karya seni lainnya, juga produk-produk kebudayaan lainnya, tidak hanya seni. Bahwa seringkali manusia menjalankan hidupnya terfokus pada satu cita-cita saja, kekayaan materi saja, meninggalkan hati-nuraninya dengan pola pikir dan perilaku yang luhur, sarat dengan nilai-nilai keberbudayaan maupun beragama, dan bukan hanya dalam pembicaraan saja, dalam gagasan saja. Nilai-nilai itu harus diejawantahkan oleh seluruh elemen masyarakat, termasuk para pemimpin masyarakat.
Dahulu kala, para pemimpin masyarakat memiliki budi yang luhur dan mulia sehingga masyarakat memberinya gelar, orang Mesir, Yunani, Cina, menganugerahi mereka gelar Dewa, di Nusantara dengan Sanghyang, Batara, Ratu, dan sebagainya. Mereka percaya bahwa para pemimpin itu adalah utusan Tuhan, perilaku dan perkataannya adalah kalimat Tuhan. Ratu adalah hukum. Oleh karenanya, para pemimpin itu bukan sekedar pemimpin secara politik, melainkanjuga secara spiritual. Nabi Muhammad SAW tidak hanya memimpin saat shalat sebagai imam, melainkan juga seorang perwira sekaligus hakim, dan sebagainya.
 Mulai dari Presidan, Gubernur hingga para pembantunya, adalah pemimpin, mereka dijadikan contoh  bagi rakyatnya. Sikap para pemimpin dan pejabat negara merupakan hukum, jika tidak sesuai dengan hukum dan nilai-nilai, maka harus dikenai “hukum”, kondisinya kini  terbalik. Hal semacam itu sudah berlaku di negeri ini, kejatuhan moral dan etika sudah terjadi di seluruh dimensi, seolah-olah kebudayaan telah tercerabut dari masyarakatnya, seringkali religiusitas menjadi retorika untuk menyembunyikan keserakahan.
Bahwa manusia akan selalu berusaha membuat hidupnya lebih baik, artinya manusia selalu membangun dirinya sendiri, merubah sendiri nasibnya, melalui pembangunan, dan pembangunan harus berlandaskan pada fitrah, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, makhluk berbudaya, dan makhluk yang membutuhkan Tuhan (peribadatan). Hanya manusialah makhluk yang mampu melakukan perubahan karena memiliki daya cipta, ide/gagasan. Manusia yang tidak berbudaya adalah mansuia yang terlepas dari sifat-sifat sosialnya, menjadi individualistis, hatinya akan dipenuhi keserakahan dan permusuhan karena merasa terus kekurangan karena kesalahan orientasi dalam menentukan cita-cita. Sangat banyak bangsa semacam ini dan telah menjadi contoh dimana semula berjaya kemudian terjungkir oleh keserakahan dan kedengkiannya sendiri, merasa paling berkuasa dan menjadi sombong dengan kekuasaan dan kekayaanya, sudah banyak diceritakan dalam kitab-kitab suci, babad, sejarah maupun dongeng dan legenda.
Kita pernah disuguhi kisah SurÃ¥qÃ¥h, Qarun, Fir’aun, Malin Kundang, Dampu Awang, dan sebagainya. Oleh karenanya, pembicaraan tentang seni bukanlah semata-mata sekedar membicarakan hiburan, atau tentang ilmu seni itu sendiri, melainkan kita harus memandangnya sebagai satu kesatuan kehidupan manusia, kehidupan yang didasari nilai-nilai, yang membuahkan gagasan dan tercermin dalam perilaku. Gambaran seperti apa gagasan dan laku manusia itu dapat mencerminkan nilai dan kualitas manusia itu dalam suatu bangsa, sebagai indikator identitas bangsa, apakah terlepas dari koridor etika serta nilai-nilai kemanusiwiannya atau tidak. Memang berat jika kita memandang bahwa kegiatan “berkarya seni” jadi terbebani oleh nilai-nilai kehidupan, ini dikarenakan karya seni adalah manifestasi kehidupan itu sendiri, dan karya seni yang seperti inilah karya yang orisinal, asli dan tidak terlepas dari kehidupan,  sementara itu, kualitas hidup manusia juga dapat dinilai berdasarkan sejauh mana peranannya dalam masyarakat.
Sudah saatnya untuk memulai ke arah sana, karena selama ini, baik kebijakan politik maupun  ekonomi yang seharusnya membawa kesejahteraan rakyat, justeru semakin menjauhi rakyat, kesenjangan semakin lebar. Sudah saatnya kembali pada hati nurani. Maka melalui buku ini, bukan hanya misteri pelog dan slendro saja yang akan terungkap, baik dari segi sejarah, mitos, maupun ilmiah. Akan tetapi hendaknya kita juga bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang melatar-belakanginya, memahami peradaban dan kebudayaan yang melandasi semua produk-produknya, dan dengan demikian semoga kita mampu membuka mata dan menyadari akan “siapa kita”, semoga dengan terungkapnya misteri ini tidak membuat kita berbesar kepala pula, karena kebesaran yang kita punya merupakan tanggung jawab besar pula.
Mengungkap rahasia pelog dan slendro tidak lain berarti mengungkap rahasia musik tradisional. Musik tradisional Indonesia yang “eksotik”, fenomenal dan historik adalah gamelan. Perbincangan mengenai gamelan berikut sejarahnya, baik oleh orang Indonesia sendiri maupun dari mancanegara, selalu dimulai dari pulau Jawa dan Bali. Pengaruh gamelan sangat kuat bagi musik-musik tradisional di seluruh Nusantara. Secara khusus, pelacakan asal-usul gamelan justeru membawa kita menyusuri pulau Jawa, dan menariknya kita dituntun ke arah barat pulau Jawa, yaitu Banten.
Persoalan mengapa pelog dan slendro mesti membicarakan gamelan juga, hal ini karena pelog dan slendro adalah tangga nada yang digunakan dalam  gamelan. Di Jawa Barat gamelan sering dikaitkan dengan sebutan “gamelan degung”, dan ada juga yang menyebutnya “gamelan gending”, pada prinsipnya sama saja yaitu gamelan. Perbedaan keduanya berdasarkan pemakaian di masyarakat suku bangsa yang berbeda, tidak ada perbedaan secara prinsipil, namun sebagai pedoman, gamelan Jawa dimainkan dengan tempo lambat, gamelan Sunda dimainkan dengan cepat, sedangkan Bali dimainkan lebih cepat lagi serta penggunaan dinamika –keras dan lunaknya nada dibunyikan- yang tajam.
 Menurut catatan-catatan moderen, pada awal keberadaannya, gamelan hanya digunakan di keraton-keraton/istana kerajaan, permainan gamelan merupakan manifestasi atas kekaguman dan rasa terimakasih kepada Yang Maha Kuasa, bunyinya merupakan misteri, yang mampu membangkitkan rasa “agung”, “syahdu”. Pada perkembangannya kemudian gamelan menjadi sarana hiburan, misalnya pada penyelenggaraan pesta panen, pernikahan, khitanan, dan sebagainya. Perubahan ini ditandai dengan adanya perpindahan tangan kepemilikan gamelan dari para bangsawan kepada masyarakat biasa. Ini terjadi pada era kolonial, seiring dihapuskannya kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan, dimana pada istana-istana yang memiliki gamelan, berpindah tangan pula. Sejak saat itu pulalah dua kebudayaan Timur dan Barat bersentuhan, orang timur mengenal biola, dan orang Barat mengenal gamelan.
Tetapi jauh sebelum itu, musik yang merupakan produk kebudayaan dimana pemunculannya beriringan dengan pemunculan suatu bangsa, telah tumbuh di berbagai tempat di dunia dan menjadi bagian dari sejarah dan peradaban bangsa-bangsa di dunia. Sementara itu, sejarah manusia berasal dari satu orang, yaitu Adam a.s., sebagaimana seluruh agama samawi mengakuinya, demikian pula dalam berbagai mitologi di dunia, khususnya pada masyarakat Baduy, mereka percaya bahwa manusia pertama adalah Adam, meski kita mencurigai pemahaman itu atas dasar masuknya pengaruh agama Islam.
Kemajuan peradaban manusia dipicu oleh munculnya gagasan-gagasan, gagasan tersebut berdasarkan pengalaman-pengalaman yang biasanya muncul dari alam bawah sadar, dan mengingat-ingatnya berarti mengingat pengalaman nenek moyangnya, demikian menurut Carl Jung. Artinya, peradaban manusia berawal dari satu sumber, dan dengan demikian, ada satu titik temu antara pembahasan asal-usul musik terkait dengan asal-usul manusia oleh karena keduanya muncul hampir bersamaan. Cabang-cabang keturunan manusia pertama itu mewariskan sifat-sifat nenek moyangnya, serta menemukan metode-metode inovatif dari cara-cara sebelumnya. Demikian pula dalam seni musik, di berbagai bangsa telah mengenal tangga nada pentatonik, baik pola slendro maupun  pelog, serta terdokumentasikan dalam bentuk alat musik yang berbeda-beda pula sesuai dengan kondisi dan kekayaan alamnya masing-masing. Di Afrika terkenal dengan Balafon, Marimba, kalimba, dan sebagainya, dan di Yunani pada era pra Aristoxenus dan Pythagoras dikenal tangga nada anhemitonik sebagai tangga nada tradisional mereka, dibuktikan pada alat musik lyra. Pada era Pythagoras,  anhemitonik berkembang menjadi diatonis berdasarkan teori tetrachord 1 dan tetrachord 2 (Ammer, 2004:146).
Kemudian di era 1900an hingga sekarang, musik telah menjadi industri yang menggiurkan, banyak bermunculan grup-grup musik baik berupa band maupun grup vokalis, orkestra, lembaga-lembaga pendidikan musik, dan tentu saja perusahaan rekaman. Tidak hanya itu, musik menjadi sarana terapi, pendidikan, dan stimulan bagi pertumbuhan otak janin. Aristoteles menyatakan bahwa “musik mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme.

 2.      Pengertian Musik
Jika kita memandang musik sebagai ilmu, maka kita patut mempertanyakan apakah musik itu? Istilah musik jika diambil dari bahasa Yunani adalah “Mousiké”, kemudian ditransformasikan melalui bahasa Latin menjadi “Musica”. Istilah ini merujuk kepada “ilmu mengaransemen melodi”, dalam bahasa Arab disebut “‘ilm al-musiqi” sebagai terjemahan dari Yunani yang merujuk untuk musik secara teori, meskipun orang Arab sendiri menyebutnya sebagai  “’Ilm al-Ghinaa” yang telah terangkum secara empiris pada kebudayaan Arab.
Secara teknis, musik dibangun oleh beberapa unsur. Diantaranya adalah bunyi, yaitu getaran yang dapat ditangkap oleh organ telinga manusia, yang selanjutnya disebut “nada”. Dave Benson kemudian menyebutkan, musik itu adalah getaran udara, dan udara adalah gas yang terdiri dari atom dan molekul, penambahan dan pengurangan tekanan terhadap molekul inilah yang menyebabkan adanya perbedaan getaran (dan diinterpretasikan sebagai bunyi, pen), dalam kondisi temperatur normal, molekul udara bergerak atau bergetar dengan kecepatan 450 sampai dengan 500 meter per detik
Lantas, apakah dengan demikian segala sesuatu yang berbunyi dapat dikatakan sebagai musik?
Untuk menjawabnya, mari kita perhatikan unsur musik lainnya, yaitu durasi (note value, time), yaitu waktu yang dihabiskan dalam membunyikan nada, atau maksudnya “seberapa lama nada itu dibunyikan”. Ada nada yang dibunyikan sebentar, bahkan kurang dari satu detik, ada yang lebih, bahkan ada yang lebih lama lagi.
Unsur lainnya adalah harmoni,  pembahasan mengenai hal ini sebenarnya berada pada tingkat polifonik, termasuk pembahasan tingkat lanjutan, yaitu mengenai memainkan lebih dari satu nada dalam waktu bersamaan. Misalnya pada piano, sementara jari jempol membunyikan “do” jari tengah membunyikan “mi”. Antara nada mi dan do dikatakan harmonis jika pasangan nada tersebut terdengar nyaman di telinga – meski hal ini bersifat relatif, tergantung tingkat apresiasi pendengar, seringkali seseorang tidak nyaman dengan harmoni tersebut, tetapi orang lain merasa nyaman-.
Boleh dikatakan bahwa harmonisasi adalah kesesuaian antara nada yang satu dengan yang lainnya. Lazimnya, kesesuaian dimaksud mengacu pada serangkaian nada dalam satu “keluarga”, yaitu antara nada yang satu dengan nada yang lainnya masih berada dalam satu  tangga nada yang sama. Selanjutnya paham ini mengalami perkembangan dan aturannya semakin melebar. Baik melodi solo, duet, trio, kwartet, dan seterusnya. Kesesuaian pemasangan nada ini akan berpengaruh pada kenyamanan pendengaran, keadaan inilah yang dikatakan harmonis. Sebaliknya,  pemasangan nada yang tidak sesuai berpengaruh pada ketidaknyamanan pendengaran (dissonant). Tetapi pada akhirnya hal tersebut tergantung pada bagaimana musisi menginginkannya, toh pada perkembangan selanjutnya,  nada-nada dissonant[5] telah digunakan juga sejak era musik klasik terutama pada komposisi-komposisi Frederick Chopin hingga pada era jazz. Pada masa ini nada-nada dissonant begitu banyak digunakan sehingga menjadi ciri khas, akhirnya pada masa kini istilah dissonant jarang digunakan.
Dari sini penulis berpendapat bahwa pembicaraan musik harus dimulai dari tataran teknis, penulis memandang bahwa secara teknis, unsur utama dalam dunia musik adalah nada. Telah dikatakan bahwa nada adalah bunyi, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh getaran suatu benda, resonansi yang dihasilkan menimbulkan efek suasana pada hati seperti dikatakan Aristoteles.
Seorang musisi, secara teknis akan memahami perihal tangga nada beserta intervalnya. Musisi yang sudah terkenal sekalipun, akan mengacu pada aturan ini. Oleh karena itu, nada perlu dibicarakan sebagai peletak dasar pembahasan ini, meskipun agak masuk ke dalam tataran teknis, penulis akan berusaha menyampaikannya secara sederhana dan tuntas.
Selanjutnya, penulis akan membahas di seputar musik pentatonis, yang berarti akan berbicara  dua hal, yaitu pentatonis dengan pola pelog dan pentatonis dengan pola slendro. Juga akan membicarakan alat-alat musik yang menggunakan tangga nada pentatonis, selndro maupun pelog terkait penggunaannya di masyarakat. Tentu saja akan membahas pula tentang jenis-jenis kesenian yang berada di wilayah Banten serta keterkaitannya dengan alat musik dan tangga nada yang mereka gunakan.
Pembahasan sejarah musik pentatonis, baik dari segi nada, maupun alat musiknya, keterkaitan peradaban manusia dengan musik yang diproduksinya, telah banyak dibicarakan. Secara umum dinyatakan bahwa kemunculan musik bersamaan dengan kemunculan makhluk yang bernama manusia. Hal ini tentu akan berbicara juga di seputar timbul-tenggelamnya suatu peradaban, berdasarkan literatur, bukti-bukti sejarah baik dalam karya sastra lisan, tekstual, maupun artefak.
Dari sini, penulis mencoba membuka wacana baru, bahwa keterkaitan sejarah musik pentatonik dengan sejarah peradaban manusia sangat erat, sehingga bisa diasumsikan bahwa musik penatonik berasal dari suatu tempat yang terpusat, lalu menyebar ke seluruh belahan bumi menjadi musik tradisional di negeri-negeri lain di dunia, yang pada akhirnya berkembang menjadi musik klasik, dan menjadi musik moderen seperti yang kita nikmati sekarang.


Manusia Dan Cinta Kasih
A. PENGERTIAN CINTA KASIH

   Cinta adalah rasa sangat suka atau sayang ataupun rasa sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih, artinya perasaan sayang atau cinta atau sangat menaruh belas kasihan. Dengan demikian cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasihan. Terdapat perbedaan antara cinta dan kasih, cinta lebih mengandung pengertian tentang rasa yang mendalam sedangkan kasih merupakan pengungkapan untuk mengeluarkan rasa, mengarah kepada yang dicintai.


Cinta sama sekali bukan nafsu. Perbedaan antara cinta dengan nafsu adalah sebagai berikut :

Cinta bersifat manusiawi
Cinta bersifat rohaniah sedangkan nafsu bersifat jasmaniah
Cinta menunjukkan perilaku member, sedangkan nafsu cenderung menuntut
Cinta juga selalu menyatakan unsur – unsur dasar tertentu, yaitu :

B. CINTA MENURUT AJARAN AGAMA

   Ada yang berpendapat bahwa etika cinta dapat dipahami dengan mudah tanpa dikaitkan dengan agama, tetapi dalam kenyataan hidup manusia masih mendambakan tegaknya cinta dalam kehidupan. Di satu pihak ada yang mengatakan, cinta di dengungkan lewat lagu dan organisasi perdamaian dunia, tetapi di pihak lain ada juga yang mengatakan dalam praktik kehidupan cinta sebagai dasar kehidupan jauh dari kenyataan.

   Cinta menampakkan di dalam kehidupan manusia dalam berbagai bentuk, kadang-kadang seseorang mencintai dirinya sendiri, kadang-kadang seseorang mencintai orang lain. Atau juga istri dan anaknya, hartanya allah dan rasulnya, berbagai bentuk cinta ini bisa kita dapatkan dalam kitab suci Al-Qur’an

C. KASIH SAYANG

   Pengertian kasih sayang menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang.

   Dalam kehidupan berumah tangga kasih sayang merupakan kunci kebahagiaan. Kasih sayang ini merupakan pertumbuhan dari cinta. Percintaan muda-mudi (pria-wanita) bila diakhiri dengan perkawinan, maka di dalarn berumah tangga keluarga muda itu bukan lagi bercinta-cintaan, tetapi sudah bersifat kasih mengasihi atau saling menumpahkan kasih sayang.

   Dalam kasih sayang sadar atau tidak sadar dari masing-masing pihak dituntut tanggung jawab, pengorbanan, kejujuran, saling percaya. saling pengertian, saling terbuka, sehingga keduanya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh. Bila salah satu unsur kasih sayang hilang, misalnya unsur tanggung jawab, maka retaklah keutuhan rumah tangga itu. Kasih sayang yang tidak disertai kejujuran, terancamlah kebahagiaan rumah tangga itu.

Yang dapat merasakan kasih sayang bukan hanya suami atau istri atau anak-anak yang telah dewasa, melainkan bayi yang masih merah pun telah dapat merasakan kasih sayang dari ayah dan ibunya. Bayi yang masih merah telah dapat mengenal suara atau sentuhan tangan ayah ibunya. Bagaimana sikap ibunya memegang/menggendong telah dikenalnya. Hal ini karena sang bayi telah mempunyai kepribadian.


   Kasih sayang, dasar komunikasi dalam suatu keluarga. Komunikasi antara anak dan orang tua, pada prinsipnya anak terlahir dan terbentuk sebagal hasil curahan kasih sayang orang tuanya. Pengembangan watak anak dan selanjutnya tak boleh lepas dari kasih sayang dan perhatian orang tua. Suatu hubungan yang harmonis akan terjadi bila hal itu terjadi secara timbal balik antara orang tua dan anak.

   Suatu kasus yang sering terjadi, yang menyebabkan seseorang menjadi morffinis, keberandalan remaja, frustrasi dan sebaginya, di mana semuanya dilatarbelakangi kurangnya perhatian dan kasih sayang dalam kehidupan keluarganya.


D. PEMUJAAN

   Pemujaan adalah salah satu manifestasi cinta manusia kepada Tuhannya yang diwujudkan dalam bentuk komunikasi ritual. Kecintaan manusia kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dan kehidupan manusia. Hal ini ialah karena pemujaan kepada Tuhan adalah inti, nilai dan makna kehidupan yang sebenarnya.

   Karena itu jelaslah bagi kita semua, bahwa pemujaan kepada Tuhan adalah bagian hidup manusia, Karena Tuhan pencipta semesta termasuk manusia itu sendiri. Dan penciptaan semesta untuk manusia.

   Kalau manusia cinta kepada Tuhan, kecintaan manusia itu dimanifestasikan dalam bentuk ibadah.

   Dalam kehidupan manusia terdapat berbagai macam pemujaan sesuai dengan agama, kepercayaan, kondisi, dan situasi. Sholat di rumah, di mesjid, sembahyang di pura, di candi, di gereja bahkan di tempat-tempat yang dianggap keramat merupakan perwujudan dari pemujaan kepada Tuhan atau yang dianggap Tuhan.

   Pemujaan-pemujaan itu sebenarnya karena manusia ingin berkomunikasi dengan Tuhannya. Hal ini berarti manusia mohon ampun atas segala dosanya, mohon perlindungan, mohon dilimpahkan kebijaksanaan, agar ditunjukkan jalan yang benar, mohon ditambahkan segala kekurangan yang ada padanya, dan lain-lain.

   Bila setiap hari sekian kali manusia memuja kebesarannya dan selalu mohon apa yang kita inginkan, dan Tuhan selalu mengabulkan permintaan umat-Nya, maka wajarlah cinta manusia kepada Tuhan adalah cinta mutlak. Cinta yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Alangkah besar dosa kita, apabila kita tidak mencintai-Nya, meskipun hanya sekejap.

E. BELAS KASIHAN

   Dalam esai on love ada pengertian bahwa cinta adalah rasa persatuan tanpa syarat.Itu berarti dalam rasa belas kasihan tidak terkandung unsur pamrih. Belas kasihan yang kita tumpahkan benar-benar keluar dari lubuk hati yang ikhlas.Kalau kita memberikan uang kepada pengemis agar mendapatkan pujian,itu berarti tidak ikhlas,berate ada tujuan tertentu.Hal seperti itu banyak terjadi dalam masyarakat.


F. CINTA KASIH EROTIS

  Cinta kasih erotis yaitu kehausan akan penyatuan yang sempurna, akan penyatuan dengan seseorang lainnya. cinta kasih erotis bersifat ekslusif, bukan universal, pertama-tama cinta kasih erotis kerap kali di campurbaurkan dengan pengalaman yang dapat di eksplosif berupan jatuh cinta. Tetapi seperti yang telah dikatakan terlebih dahulu , pengalaman intimitas, kemesraan yang tiba-tiba ini pada hakekatnya hanya sementara.

  Keinginan seksual menuju kepada penyatuan diri, tetapi sekali-kali bukan merupakan nafsu fisi belaka, untuk meredakan ketegangan yang menyakitkan. Rupanya keinginan seksual dengan mudah dapat di dicampuri atau di stimulasi oleh tiap-tiap perasaan yang mendalam.

  Dalam cinta kasih erotis terdapat eksklusivitas yang tidak terdapat dalam cinta kasih persaudaraan dan cinta kasih keibuan, sering kali eksklusivitas dalam cinta kasih erotis di salah tafsirkan dan di artikan sebagai suatu ikatan hak milik, contoh sering kita jumpai separang orang-orang yang sedang saling mencintai tanpa merasakan cinta kasih terhadap setiap orang lainya.

  Cinta kasih erotis apabila ia benar-benar cinta kasih, mempunyai satu pendirian yaitu bahwa seseorang sunguh-sunguh mencintai dan mengasihi dengan jiwanya yang sedalam-dalamnya dan menerima pribadi orang lain(wanita ataupun pria). Hal ini merupakan dasar gagasan bahwa suatu pernikahan tradisional, yang kedua mempelainya tidak pernah memilih jodohnya sendiri, beda halnya dengan kebudayaan barat/ zaman sekarang, gagasan itu ternyata tidak dapat diterima sama sekali. Cinta kasih hanya di anggap sebagai hasil suatu reaksi emosional dan spontan.

   Dengan demikian, bahwa cinta kasih erotis merupakan atraksi individual belaka maupun pandangan bahwa cinta kasih erotis itu tidak lain dari perbuatan kemauan.